LIMITATIF atau TIDAK LIMITATIF ?
Dalam
Pasal 70 UU Nomor 30 Tahun 1999,
ada tiga alasan secara alternatif
sebagai dasar untuk permohonan pembatalan putusan arbitrase. Pasal 70 UU Nomor 30 Tahun 1999 menyebutkan,
“Terhadap putusan
arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan
tersebut diduga mengandung unsur-unsur sebagai
berikut[1]:
a.
surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan,
setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu
atau dinyatakan palsu;
b.
setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat
menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau
c.
putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan
oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.”
Sementara dalam
Penjelasan Umum Alenia ke-18 UU Nomor 30 Tahun 1999, menyebutkan,
“Bab VII mengatur
tentang pembatalan putusan arbitrase. Hal ini dimungkinkan karena beberapa hal,
antara lain[2]:
a.
surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan,
setelah putusan dijatuhkan diakui palsu atau dinyatakan palsu;
b.
setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat
menentukan yang sengaja disembunyikan pihak lawan; atau
c.
putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan
oleh salah satu pihak sengketa.”
Adanya
frase “...sebagai berikut:” dan “...antara lain:” yang berada sebelum menyebut alasan-alasan yang menjadi dasar pembatalan
putusan arbitrase, menimbulkan tafsir yang berbeda beda mengenai alasan
pembatalan putusan arbitrase. Frase “...sebagai berikut:” dalam Pasal 70 UU
Nomor 30 Tahun 1999 mengandung makna bahwa alasan pembatalan putusan arbitrase
telah ditentukan secara “limitatif”, sementara
adanya frase “...antara lain:”
dalam Penjelasan Umum Alenia ke-18 UU Nomor 30 Tahun 1999 mengandung makna
bahwa alasan pembatalan putusan arbitrase “tidak limitatif”. Frase “...antara lain:” mengandung makna yang sama dengan menyebut sebagian saja
dari beberapa yang lain.
Perbedaan
frase “...sebagai berikut:” dan “...antara lain:”, memuncul pertanyaan,
“Alasan yang menjadi dasar pembatalan putusan arbitrase limitatif atau tidak limitatif?”
Jika
merujuk pada butir 176 dan 178 Lampiran II Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mengatakan, “... Penjelasan
sebagai sarana untuk memperjelas norma dalam batang tubuh tidak boleh
mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dimaksud.” dan
“Penjelasan tidak menggunakan rumusan yang isinya memuat perubahan terselubung
terhadap ketentuan Peraturan Perundang-undangan”, maka kata “antara lain” dalam
Penjelasan Umum Alenia ke-18 UU Nomor 30 Tahun 1999, yang menyebutkan, “Bab VII
mengatur tentang pembatalan putusan arbitrase. Hal ini dimungkinkan karena
beberapa hal, antara lain : ... “ menurut Penulis telah mengakibatkan
terjadinya ketidakjelasan dan perubahan terselubung terhadap ketentuan Pasal 70
UU Nomor 30 Tahun 1999. Oleh karena itu menurut Penulis apabila ada perbedaan
penafsiran/ketentuan antara suatu pasal
dengan suatu penjelasan maka yang berlaku adalah ketentuan dalam pasal,
dalam hal ini yang berlaku adalah Pasal 70 UU Nomor 30 Tahun 1999 bukan
Penjelasan Umum. Jadi alasan pembatalan
putusan arbitrase ditentukan bersifat “limitatif”.
Alasan-alasan
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 70 UU Nomor 30 Tahun 1999 harus pula
memenuhi persyaratat formil, bahwa alasan permohonan pembatalan yang digunakan
dasar permohonan pembatalan putusan arbitrase harus dibuktikan dengan putusan pengadilan.[3] Dengan
ketentuan Penjelasan Pasal 70 UU
Nomor 30 Tahun 1999[4] tersebut, apabila
di dalam persidangan pemohon tidak berhasil menunjukkan atau membuktikan bahwa
alasan yang digunakan sebagai dasar
permohonan pembatalan putusan arbitrase telah mendapatkan putusan pengadilan
pidana maka permohonan pembatalan putusan arbitrase ditolak.
[3] Ibid., Penjelasan Pasal
70. “Permohonan pembatalan hanya dapat diajukan
terhadap putusan arbitrase yang sudah didaftarkan di pengadilan. Alasan
permohonan pembatalan yang disebut dalam pasal ini harus dibuktikan dengan
putusan pengadilan. Apabila pengadilan menyatakan bahwa alasan-alasan tersebut
terbukti atau tidak terbukti, maka putusan pengadilan ini dapat digunakan
sebagai dasar pertimbangan bagi hakim untuk mengabulkan atau menolak permohonan.”
[4] Berdasarkan ketentuan Pasal 70 dan Penjelasan Pasal 70 UU No. 30 Tahun
1999, sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 15/PUU-VII/2014 tanggal 23
Oktober 2014.
No comments:
Post a Comment