DISCLAIMER

Tulisan-tulisan pada blog ini merupakan tulisan pribadi Penulis. Apabila Penulis mengutip dari karya orang lain, maka Penulis akan mencantumkan sumbernya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemikiran/analisis/pendapat (seandainya ada) dari Penulis bersifat umum dan tidak dianggap sebagai suatu nasehat hukum. Untuk nasehat hukum yang dapat diterapkan pada permasalahan yang anda hadapi, silakan menghubungi kami melalui email: budi@tbs-plus.com.

Thursday, July 6, 2017

Pelaksanaan Putusan Arbitrase

         
         Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak.[1] Dengan memilih arbitrase sebagai cara untuk menyelesaikan sengketa, seharusnya para pihak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela.  Namun demikian, kadang atau bahkan sering ada pihak yang tidak bersedia secara sukarela melaksanakan putusan arbitrase.  UU Nomor 30 Tahun 1999 memberikan  ketentuan langkah-langkah yang bisa ditempuh dalam hal putusan arbitrase tidak dilaksanakan secara sukarela.   Pengaturan Pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase nasional berbeda dengan pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase internasional. Pelaksanaan putusan arbitrase nasional diatur dalam Pasal 59 sampai dengan Pasal 64, sedangkan pelaksanaan putusan arbitrase internasional di atur dalam Pasal 65 sampai dengan Pasal 69.
           
Agar putusan arbitrase nasional dapat dilaksanakan dengan perintah Ketua Pengadilan Negeri, putusan arbitrase tersebut harus didaftarkan  dahulu ke Panietra Pengadilan Negeri.[2]  Dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, putusan dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa.[3]  Sebelum memberikan perintah pelaksanaan, Ketua Pengadilan Negeri memeriksa terlebih dahulu apakah putusan arbitrase memenuhi ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5 UU Nomor 30 Tahun 1999, serta tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.   Dalam hal putusan arbitrase tidak memenuhi ketentuan ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5 UU Nomor 30 Tahun 1999, Ketua Pengadilan Negeri menolak permohonan pelaksanaan eksekusi dan terhadap putusan Ketua Pengadilan Negeri tersebut tidak terbuka upaya hukum apapun.[4]   Pasal 4 dan Pasal 5 UU Nomor 30 Tahun 1999 menentukan,

“Pasal 4

(1)  Dalam hal para pihak telah menyetujui bahwa sengketa di antara mereka akan diselesaikan melalui arbitrase dan para pihak telah memberikan wewenang, maka arbiter berwenang menentukan dalam putusannya mengenai hak dan kewajiban para pihak jika hal ini tidak diatur dalam perjanjian mereka.
(2) Persetujuan untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dimuat dalam suatu dokumen yang ditandatangani oleh para pihak.
(3) Dalam hal disepakati penyelesaian sengketa melalui arbitrase terjadi dalam bentuk pertukaran surat, maka pengiriman teleks, telegram, faksimili, e-mail atau dalam bentuk sarana komunikasi lainnya, wajib disertai dengan suatu catatan penerimaan oleh para pihak.”

“Pasal 5

(1)  Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
(2)  Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian.”


Adapun khusus Putusan Arbitrase internasional, yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Pasal 66 UU Nomor 30 Tahun 1999 mengatur bahwa Putusan Arbitrase Internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum Republik Indonesia, apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.  Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional.
b.  Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan.
c.  Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum.
d.   Putusan Arbitrase Internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dan
e.  Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang menyangkut Negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Setelah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan perintah eksekusi, maka pelaksanaan selanjutnya dilimpahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang secara relatif berwenang melaksanakannya.  Sita eksekusi dapat dilakukan atas harta kekayaan serta barang milik termohon eksekusi. Tata cara penyitaan serta pelaksanaan putusan mengikuti tata cara sebagaimana ditentukan dalam Hukum Acara Perdata.[5]




[1] Ibid., Pasal 60. 
[2] Ibid., Pasal 59 ayat (1) jo ayat (4). “Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan, lembar asli atau salinan otentik putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada Panitera Pengadilan Negeri.” dan
“Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berakibat putusan arbitrase tidak dapat dilaksanakan.”
[3] Ibid., Pasal 61. 
[4] Ibid., Pasal 62 ayat (3). 
[5] Ibid., Pasal 69.  

No comments:

Post a Comment

ALASAN PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE (Membandingkan Putusan Peradilan vs Pasal 70 UU Arbitrase)

    ABSTRAK Tulisan ini dilatarbelakangi oleh bervariasinya dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara pembatalan putusan arbitrase...