DISCLAIMER

Tulisan-tulisan pada blog ini merupakan tulisan pribadi Penulis. Apabila Penulis mengutip dari karya orang lain, maka Penulis akan mencantumkan sumbernya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemikiran/analisis/pendapat (seandainya ada) dari Penulis bersifat umum dan tidak dianggap sebagai suatu nasehat hukum. Untuk nasehat hukum yang dapat diterapkan pada permasalahan yang anda hadapi, silakan menghubungi kami melalui email: budi@tbs-plus.com.

Thursday, July 6, 2017

Kewenangan Arbitrase


Dari definisi arbitrase dalam Undang - Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, kewenangan arbitrase diberikan oleh perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa, “ ... penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase ...”.   Dengan adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa ke peradilan umum.  Pasal 11 ayat (1)  UU Nomor 30 Tahun 1999 mengatakan, Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke Pengadilan Negeri.”

Selain membatasi hak para pihak yang bersengketa mengajukan penyelesaian sengketa ke peradilan umum, adanya perjanjian arbitrase juga meniadakan kewenangan peradilan umum menyelesaikan sengketa perkara yang telah ditetapkan melalui arbitrase.  Pasal 3 UU Nomor 30 Tahun 1999 menyebutkan, “Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase.”  Bahkan peradilan umum wajib menolak dan tidak campur tangan dalam penyelesaian sengketa, sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (2),

“Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase, kecuali dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan dalam Undang-undang ini.”

Ruang lingkup kewenangan arbitrase dibatasi oleh jenis perkara. Pasal 1 angka 1 UU Nomor 30 Tahun 1999 membatasi bahwa kewenangan arbitrase hanya menyelesaikan suatu sengketa perdata.  Namun tidak semua sengketa perdata bisa diselesaikan melalui arbitrase.  Kewenangan arbitrase lebih spesifik ditentukan oleh UU Nomor 30 Tahun 1999 Pasal 5 ayat (1), Pasal 66 huruf b dan Penjelasan Pasal 66 huruf b.  Pasal 5 ayat (1),

“Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.”


Pasal 66 huruf b,

“Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan.”
Penjelasan Pasal 66 huruf b,

“Yang dimaksud dengan "ruang lingkup hukum perdagangan" adalah kegiatan-kegiatan antara lain
bidang :
• perniagaan;
• perbankan;
• keuangan;
• penanaman modal;
• industri;

• hak kekayaan intelektual.”

No comments:

Post a Comment

ALASAN PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE (Membandingkan Putusan Peradilan vs Pasal 70 UU Arbitrase)

    ABSTRAK Tulisan ini dilatarbelakangi oleh bervariasinya dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara pembatalan putusan arbitrase...