DISCLAIMER

Tulisan-tulisan pada blog ini merupakan tulisan pribadi Penulis. Apabila Penulis mengutip dari karya orang lain, maka Penulis akan mencantumkan sumbernya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemikiran/analisis/pendapat (seandainya ada) dari Penulis bersifat umum dan tidak dianggap sebagai suatu nasehat hukum. Untuk nasehat hukum yang dapat diterapkan pada permasalahan yang anda hadapi, silakan menghubungi kami melalui email: budi@tbs-plus.com.

Thursday, July 6, 2017

Pengertian Arbitrase


        Undang - Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa mendefinisikan Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.[1]  Adapun pengertian arbitrase menurut beberapa ahli hukum adalah sebagai berikut:
  1. Frank Elkoury dan Edna Elkoury dalam bukunya How Arbitration Works menyebutkan, bahwa arbitrase adalah suatu proses yang mudah atau simpel yang dipilih oleh para pihak secara sukarela yang ingin agar perkaranya diputus oleh juru pisah yang netral sesuai dengan pilihan mereka di mana keputusan mereka berdasarkan dalil-dalil dalam perkara tersebut.  Para pihak setuju sejak semula untuk menerima putusan tersebut secara final dan mengikat.[2]
  2. Altschul mengatakan bahwa: “Arbitratino is an alternative dispute resolution system that is agreed to by all parties to a dispute. This system provides for private resolution of disputes in a speedy fashion.”[3]
  3. Dalam Black’s Law Dictionary: arbitration, a method of dispute resolution involving one or more neutral third parties who are usually agreed to by the disputing parties and whose decision is binding.[4]
  4. Subekti menyebutkan bahwa arbitrase adalah penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seseorang hakim atau para hakim berdasarkan persetujuan bahwa para pihak akan tunduk pada atau menaati keputusan yang diberikan oleh hakim atau para hakim yang mereka pilih atau tunjuk tersebut.[5]
Secara sederhana, arbitrase adalah persetujuan para pihak yang berjanji sebelumnya apabila terjadi pertikaian diantara mereka, maka mereka setuju untuk menyelesaikannya dengan jalan arbitrase di mana pihak ketiga yang netral diberikan wewenang menyelesaikan pertikaian tersebut.[6] 

Arbitrase memiliki karakteristik sebagai berikut[7]: (i) terdapat perjanjian arbitrase; (ii) arbitor atau para arbitor dipilih oleh para pihak; (iii) arbitor atau para arbitor adalah orang atau orang-orang yang ahli di bidangnya namun tidak harus ahli hukum; (iv) pemeriksaan arbitrase pada dasarnya dilakukan dengan menggunakan peraturan perundang-undangan, tetapi pemeriksaan arbitrase dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip keadilan dan kepatutan jika disepakati demikian oleh para pihak; (v) pemeriksaan arbitrase bersifat tertutup sehingga reputasi para pihak yang berselisih tetap terjaga dengan baik; (vi) prosedur pelaksanaan arbitrase bersifat fleksibel dan dapat disesuaikan dengan jenis atau sifat perselisihan berdasarkan kesepakatan para pihak; (vii) pelaksanaan pemeriksaan arbitrase pada dasarnya relatif cepat; (vii) tidak ada “tingkatan peradilan” seperti yang terdapat pada peradilan umum; (ix) biaya pelaksanaan arbitrase relatif ‘murah’; (x) putusan arbitrase (arbital award) bersifat final dan binding sama seperti putusan peradilan pada umumnya yang telah memiliki kekuatan hukum tetap; dan (xi) putusan arbitrase tidak dipublikasikan, kecuali disetujui oleh para pihak.

Ada beberapa alasan mengapa arbitrase menarik bagi kaum pengusaha, investor, pedagang, yaitu:[8]
a.    Arbitrase memberikan kebebasan dan otonomi yang luas bagi mereka.
b.    Rasa aman terhadap ketidakpastian karena sistem hukum yang berbeda.
c.    Perlindungan terhadap keputusan hakim yang berat sebelah.
d.    Kepercayaan yang lebih besar terhadap kemampuan arbiter (expertise)
e.    Cepat dan hemat biaya.
f.     Bersifat rahasia.
g.    Bersifat non preseden.
h.    Sensibilitas dari para arbiter terhadap perkara.
i.      Perundangan modern karena memberikan otonomi, kebebasan dan fleksibilitas secara maksimal dalam menyelesaikan sengketa.




[1] Indonesia,Undang-Undang tentang Arbitrase dan Alternatif  Penyelesaian Sengkata, UU No. 30 Tahun 1999, LN No. 138 Tahun 1999, TLN No.3872, Pasal 1 angka 1.
[2] Susanti Adi Nugroho, Penyelesaian Sengketa Arbitrase dan Penerapan Hukumnya, Cet. ke-2, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), h. 78.
[3] Stanford M. Altschul, The Most Important Legal terms You’ll Ever Need To Know, 1994. Dalam Susanti Adi Nugroho, Penyelesaian Sengketa Arbitrase dan Penerapan Hukumnya, Cet. ke-2, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), h. 78-79.
[4] Black’s Law Dictionary, Seventh Edition, (St. Paul MN: West Publishing Co., 1999), h. 100.
[5] Subekti, Arbitrase di Indonesia, Kumpulan Karangan tentang Hukum Perikatan, Arbitrase dan Peradilan, (Bandung: Alumni, 1990).  Dalam Susanti Adi Nugroho, Penyelesaian Sengketa Arbitrase dan Penerapan Hukumnya, Cet. ke-2, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), h. 79
[6] Susanti, Op.Cit., h. 85.
[7] Ramlan Ginting, Transaksi Bisnis dan Perbankan Internasional, Ed. Revisi, (Jakarta: Universitas Trisakti, 2014), h. 312-313.
[8] Susanti, Op.Cit., h. 85

No comments:

Post a Comment

ALASAN PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE (Membandingkan Putusan Peradilan vs Pasal 70 UU Arbitrase)

    ABSTRAK Tulisan ini dilatarbelakangi oleh bervariasinya dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara pembatalan putusan arbitrase...